1608999440_965cdf8b0e1601c87fe3.jpg

Pers Dalam Selimut Kapitalisme

Penulis

layouter

desainer_cover

penerbit

alamat_penerbit

tebal_buku

edisi

tahun_terbit

Judul Buku : Pers Dalam Selimut Kapitalisme 

Penulis :I Nyoman Surya Merta Yasa, Ni Kadek Adnya Kusuma Sari, Vira Niyatasya Shiva Duarsa, I Wayan Bagus Perana Sanjaya, Nyoman Putri Pradievy Syanthi, AAI Kaila Kirtaniya, I Gusti Ayu Jezzica Jasmine Wulandari 

Penerbit : Madyapadma Journalistic Park – SMAN 3 Denpasar 

Jumlah Halaman : 130 + v halaman 

Tahun : 2016 

“… Namun sayangnya, kemerdekaan dan kebebasan pers dalam melakukan pemberitaan yang telah diberikan oleh pemerintah, lambat laun seakan mulai ‘dikhianati’ oleh kalangan per situ sendiri. Mengapa?”  

Kutipan kalimat pertanyaan itu tersaji dalam buku ‘Pers Dalam Selimut Kapitalisme’ karya remaja yang tergabung dalam Madyapadma Journalistic Park – SMAN 3 Denpasar. Sebuah pertanyaan renungan yang dalam untuk ukuran seorang anak remaja. Kutipan itu tidak berhenti sampai pertanyaan. Pada kalimat berikutnya oleh penulis langsung dijawab seperti yang tersaji dalam kutipan berikut: 

“Keteguhan kalangan pers di Indonesia masa kini mulai tergoda akan buaian ideology kapitalisme.”

Kutipan-kutipan inilah yang menjadi roh dari tulisan I Nyoman Surya Merta Yasa, yang kemudian dijadikan judul tulisan sekaligus diangkat menjadi judul buku. Tulisan-tulisan dalam buku ini tidak hanya menggugat seputar pers, melainkan jugatulisan tentang jejak-jejak masalah lingkungan di Bali yang memerlukan peran pers untuk mengangkat menjadi isu bersama. Tim penulis Madyapadma menghadirkan fakta-fakta baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat serta menganalisis dampaknya bila masalah-masalah lingkungan itu tidak ditangani dengan serius. 

Secara umum isi buku ini berisi 14 tulisan dari tujuh penulis remaja yang tergolong kritis dalam memotret lingkungan sekitar dari kacamata mereka sebagai jurnalis remaja. Penataan artistic buku ini cukup apik dan sederhan. Kita sebagai pembaca merasa nyaman membaca buku ini karena tata letak yang membacakan mata. Walau begitu tak ada gading yang tak retak. Begitu juga dengan buku ini. Walau isinya kritis dan menggigit tetapi di beberapa bagian kalimat dalam buku ini terasa ada sedikit agak tersendat saat membacanya. Itu semu tak lepas dari jam terbang penulis yang masih belia. Terlepas dari kelemahan itu, buku ini tetap enak dibaca bila kita ingin melihat secara jujur tentang pers dan Bali dari kacamata remaja.